Beribu
pengalaman yang saya alami, ini adalah yang paling
berkesan.....................................sejauh ini. Bermalam di Baduy, hal
pertama yang terbayang tentu kesulitan. Sulit men-charge Hp karena tidak ada
listrik, sulit menonton Obsesi dan Insert karena tidak ada televisi, sulit BAB
karena tidak ada yang menjual Vegeta dll.
Tapi pada kenyataanya tidak
sepenuhnya itu benar. Memang kami kesulitan di sini namun tidak sesulit yang
dibayangkan. Masyarakat Baduy sangat menghormati tamu, mereka ramah kepada
kami, mereka mencoba memberi rasa nyaman yang terbatas pada kami dan mereka
sungguh behrasil. Menikmati bermalam di rumah tanpa jendela, tidur hanya diatas berpuluh bilah bambu,
sungguh sebuah sensasi yang sulit diungkapkan.
Mereka bukanlah masyarakat yang
terbelakang, mereka hanya terus tunduk pada adat, leluhurlah tumpuan mereka.
Hidup mereka bukanlah sebuah kesulitan namun hanya sebuah kesederhanaan. Kini
manusia modern didera kebingungan membedakan antara kesengsaraan dengan
kesederhanaan, ya benar... manusia modern terlalu tamak dan selalu selalu dan
selalu merasa kurang puas.
Sepulang dari baduy ada sebuah faham
yang tersangkut di pikiran saya. Masyarakat Baduy merefleksikan sebuah
kehidupan yang statis, anda tidak perlu mempunyai mobil mewah jika anda ingin
dianggap sebagai orang sukses, anda tidak perlu menimbulkan pertumpahan darah
untuk membalaskan sebuah dendam. Anda hanya perlu bersyukur atas semua ini,
fisik ini, harta yang hanya segini. Jangan terlalu banyak mengeluh, berpikir
dengan jernih, dan mengendalikan emosi juga nafsu........mungkin itulah yang
mereka tunjukan...Suatu saat nanti saya akan kembali ke
sana....Semoga.....Bravo Baduy!
Panjang
teu meunang dipotong, Pondok teu meunang disambung, Nu enya kedah dienyakeun.